Kantin itu begitu
penuh berdesakan. Aku yang semenjak tadi berdiri mematung di depan pintu
kantin, masih ragu-ragu untuk melangkah. Padahal cacing-cacing di perutku ini
sudah melakukan aksi demo besar-besaran. Meninta agar tuannya untuk segara
memberi BLM alias ‘bantuan langsung makanan’.
Masih kupandangi
kantin itu, yang mungkin lebih cocok disebut ‘pasar sekolah’. Lihat saja bagaiman tatanannya. Benar-benar acak
tak keruan. Belum lagi tingkah laku para siswanya yang hiperaktif. Salah-salah kalau kita tidak waspada, sambel gorengan
yang sedang mereka pegang mendarat bebas di seragam sekolah yang putih nan
rawan. Atau,dengan terpaksa karena berhimpitan, mencium aroma ‘terlalu sedap’ yang bersumber dari ketek
para manusia pengunjung pasar sekolah. Lebih sialnya lagi, kita yang telah lama
berdiri didepan menunggu pesanan harus mendengar suara lonceng tanda waktu
istirahat berakhir tanpa sedikit makananpun yang mengunjungi perut. Kantin
sekolahku ini memang benar-benar beresiko. Merekalah yang memiliki nyali tinggi
yang berani memasukinya. Sedangkan aku, harus berpikir ratusan kali untuk hanya
sekedar mendekat.
Ku amati satu
pesatu pedangang yang ada di sana. Langkah awal sebelum bertempur adalah
memilih diamana kita akan melancarkan serangan. Kupilih tempat penjual gorengan
yang terletak di pojok sana. Tempat yang tidak begitu berhimpitan namun masih
dalam konteks antrian panjang. Aku harus benar-benar menyusun strategi. Agar
selamat tanpa ada goresan atau cap sambal gorengan di seragamku sampai gorengan
nan lezat itu berada ditangan.
Aku mulai
melangkah masuk. Dengan sigap aku langsung mengambil tempat di sebelah kiri si
penjual. Kuambil plastic untuk tempat gorenganku. Cepat kuambil beberapa
gorengan. Sampai sini aku aman. Sampai saat aku akan memberi uang kepada si
penjual, benda berwarna merah itu mendarat di baju ku. Sambal gorengan
terkutuk!. Kucari siapa yang telah mendaratkan sambalnya tanpa ampun di bajuku.
Tak kutemukan, mungkin ia seudah kabur terlebih dahulu sebelum aku menyadari
bahwa dialah tersangkanya.
Dengan cap sambal
gorengan ini di bajuku, kujadikan dia saksi bahwa aku bersumpah untuk tidak
kembali lagi ke kantin suram itu.
1 komentar:
yakin loe gak mau ke kantin lagi? :P
Posting Komentar